Jenuh

Pernah merasa jenuh?

Rasa jenuh biasanya muncul akibat rutinitas yg dilakukan secara berulang.

Di tempat bekerja, seorang rekan berkeluh kesah. “Saya jenuh,” ujarnya.

Ia kemudian bercerita lebih jauh, betapa hari-hari dilalui dg amat membosankan.

Sebenarnya ia seorang guru yg baik. Sepuluh tahun diabdikan dirinya untuk mendidik dan membina anak-anak di desa terpencil, di sebuah SMP yg berdiri tahun 1998 di daerah pebukitan.

Ia tinggal dekat sekolah. Pagi berangkat, mengecek guru yg tidak hadir, masuk kelas dan memberi tugas kepada anak-anak yg gurunya tidak/belum hadir, dst. Apalagi di saat musim hujan sekarang, adakalanya ia menghadapi anak-anak sendirian.

Memang diakui, untuk mencapai sekolah, guru-guru yg lain harus naik motor 20 km atau lebih, melewati jalanan menanjak, berliku, dan kadang licin. Kalau hujan sudah turun pagi hari, dapat dipastikan banyak guru yg tidak berangkat.

“Saya jenuh,” ucapnya berulang-ulang.

Saya teringat cerpen “Yang Berkelebat di Balik Etalase” karya Bre Redana.
Yang membikin individu terkucil dan kesepian bukan hanya keacuhan sebuah masyarakat, kereta bawah tanah yg dingin, dan mulut-mulut yg terkunci rapat di balik tubuh yg mengkerut di balik overcoat. Jurang antara kata dan tindakan lebih tragis dibanding sebab-musabab apa pun yg bisa membuat manusìa terkucil dari masyarakatnya, bahkan terkucil dari dirinya sendiri.

“Saya tidak merasa terkucil dan kesepian,” bantahnya.

Saya hanya tersenyum sambil meraih kumpulan puisi yg pernah saya tulis. Saya pilih sebuah puisi dan menyerahkan padanya.

Catatan yang Tak Pernah Selesai

dan akhirnya adalah kejenuhan
rutinitas kerja yang itu ke itu saja
(sementara kau masih bertanya tentang tangis
tentang hujan, embun, dan cahaya bulan di riak danau)
meski kutahu
hari-hari begitu banyak berubah

tak pernah kubermimpi dan berharap darimu
meski kumengerti, kau bukan yg dulu lagi
polusi membuatmu mabuk, dan jam hanyalah
detakan waktu yg tak pernah selesai
(masihkah kau setia menyimpan surat-surat
yg pernah kukirimkan?)
walau kutahu, kau tak pernah butuh itu

menjalani hari-hari panjang, tak pernah
kuingin damba yg muluk
tentang cinta atau rumah tangga yg
kelak kita bangun
sebab kita percaya cuaca
yg senantiasa berubah
dan di antara kenyataan yg kita temukan
tiada satu pun yg dapat mengobati luka
di sepanjang rasa jenuh dari rutinitas kerja

arsip dari http://zulmasri.wordpress.com 6 Maret 2008

~ oleh mastermasri71 pada 27 Maret 2010.

Tinggalkan komentar